Rabu, 18 September 2013

BELAJAR DARI HISKIA



Pdt. Okter Tapilouw
2 Raja-raja 20:1-12
 
“Baliklah dan katakanlah Hizkia, raja umat-Ku: Beginilah Firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengarr doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau; pada hari yang ke tiga engkau akan pergi ke rumah TUHAN". (ayat 5).

Hal yang paling mendasar  bagi setiap orang ketika diterpa ‘penderitaan’ adalah:  Keinginan untuk keluar dari penderitaan itu. Saya mengatakan paling mendasar; karena siapapun dia – setiap orang yang sedang diterpa  kesulitan hidup tertentu, sudah pasti berupaya mencari jalan keluar. Dengan kata lain, tidak ada satu manusiapun yang ingin berlama-lama menikmati penderitaan.
 Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan untuk terlepas dari penderitaan hidup ? Bagi orang percaya ‘doa’ merupakan “ekspresi hati” yang ditujukan kepada Allah, salah satunya ketika sedang berada dalam situasi hidup yang kurang menguntungkan.
 2 raja-raja 20:1-12 menceritakan tentang Raja Hiskia yang sakit keras; dan keterangan Alkitab mengatakan bahwa “Hiskia tidak akan sembuh lagi” alis tunggu saatnya untuk mati.
Hancur sudah harapan dan sia-sialah setiap usaha yang telah dilakukan untuk memperoleh kesembuhan, jika ternyata kita tahu bahwa hidup kita tinggal beberapa saat lagi. Kali ini, Hiskia benar-benar tahu bahwa hidupnya tidak akan lama lagi – dan apa yang dia tahu bukan dari keterangan atau vonis tabib spesialis kerajaan, tetapi nubuat Allah melalui Nabi Yesaya. Saya kira, kalau  yang mengatakan adalah suster/mantri yang bertugas di jemaat anda, kemungkinan untuk mencari dokter yang lebih ahli masih bisa diupayakan; tetapi kalau itu adalah keputusan yang Maha Kuasa – bagaimana menurut saudara ? Masih adakah pengharapan ? kemana hedak kita melarikan diri ?
Biarlah Alkitab yang menjawabnya: Demikian dikatakan dalam Ibrani 6:18 “supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak didepan kita”
Hiskia sungguh menyadari bahwa Keputusan Allah, tetaplah keputusan Allah dan tidak bisa terbantahkan oleh siapapun, tetapi apa yang terjadi selanjutnya: dikatakan pada ayat 2,3 …”Lalu Hiskia memalingkan mukanya ke arah dinding dan ia berdoa kepada TUHAN: “Ah TUHAN ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup dihadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik dimata-Mu.”kemudian menangislah Hiskia dengan sangat.               
Doa merupakan unsur  vital bagi orang percaya, dalam doa kita bergabung dengan TUHAN dalam suatu ikatan spiritual yang kudus, khidmat, dan menunggu penilaian Tuhan terhadap semua yang pernah mengambil bagian dalam seluruh langkah hidup kita (bnd. Yeremia 18:7-10). Pergumulan Hiskia mengajarkan sesuatu yang sangat penting dan menentukan bagi kita yang diterpa dengan rupa-rupa persoalan hidup, bahwa: Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha pengampun adalah Dia yang sedang menunggu, pengakuan yang jujur, serta kesungguhan untuk melakukan apa yang baik di mata Tuhan. Kesembuhan Hiskia, memperlihatkan Keagungan Kasih Tuhan, yang tidak tega melihat umatnya menderita dan mati karena dosa, dan tanpa pengharapan.
Orang percaya adalah kita semua dalam seluruh kelemahan dan keterbatasan diri, perlu mempunyai keyakinan Iman yang teguh, bahwa Allah sedang memperhatikan dan mengetahui apa yang terjadi dalam seluruh perjuangan kita – dan Dia yang mengetahui, adalah juga Allah yang sangat peka terhadap pengalaman-pengalam hidup, dan keberdosaan umat yang sering mengeluarkan air mata dikala sedang menderita, tetapi lebih banyak air mata takut mati, ketimbang penyangkalan diri; tetapi kalau sedang sehat membuat orang lain mengeluarkan air mata.
Nubuat Allah melalui Yesaya, lebih jauh menunjukan bahwa: Siapapun kita, yang berada dalam berbagai-bagai duka, membutuhkan juga pertolangan Allah yang memakai hamba-hambanya untuk menyatakan kuasaNya (bnd. Yakobus 5:14-15).
Ini kemudian menjadi peringatan bagi orang percaya agar tidak menjadi sombong rohani, yang merasa doanya lebih berkhasiat dari orang lain, dan bagi kita yang telah mengalami jamahan tangan Tuhan, sembuh dari penyakit dan berbagai duka lainnya; Sudah sepatutnya menjadikan Doa bukan semata-mata ritual yang simbolik, atau bagian dari liturgi ibadah keluarga, unit-unit pelayanan dalam jemaat, Ibadah Minggu digereja dan lainnya; seperti rutinitas yang berulang-ulang dan membosankan bagi sebagian orang yang kurang betah mengikuti ibadah, tetapi kalau sedang sekarat: menaikan doa permohonan minta ampun, minta kesembuhan, minta di berikan anak, minta kesuksesan, minta diberikan jodoh dan permintaan lainnya yang banyak-banyak.
Tetapi lebih dari itu; Doa haruslah juga menjadi tindakan yang nyata dalam keseharian hidup.
Titik tolak pengharapan orang percaya adalah iman. Yaitu Iman yang berdoa dan berharap secara penuh, kepada tindakan Allah yang akan mengambil bagian dalam hidup selanjutnya.
Bagi orang percaya, hanya  dengan kesungguhan imanlah; kita diberanikan untuk memasuki masa depan yang lebih berpengharapan bersama keluarga dan orang lain, meskipun harus mengalami perjuangan dan pergumulan hidup yang berat.  Semoga !!!