Setiap orang dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan, dan orang mendapat balasan dari pada yang dikerjakan tangannya. (Amsal 12:14)
Jumat, 25 Oktober 2013
Kamis, 24 Oktober 2013
Kamis, 17 Oktober 2013
PERSEPULUHAN
Persepuluhan
Maleakhi 3:6-12
Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,apakah
Aku tidak membukakan bagimu
tingkap-tingkap langit dan
mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (ayat 10)
Apa yang sedang diupayakan dalam hidup ini ! Bagi orang percaya – seluruh hidup kita adalah karena Kasih Karunia Tuhan.
Pekerjaan sesehari yang
menumpuk dan menyita waktu, kebutuhan material, berupaya memenuhi pendidikan
anak, juga kebutuhan rohaniah untuk semakin dekat dengan Tuhan.
Bagaimana seharusnya kita
mewujudkan berbagai hal yang sedang diperjuangkan ?
Di
pertanyakan pada ayat 8: “ Bolehkah manusia menipu Allah ? Namun kamu menipu
Aku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau ?”
mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus !
Bolehkah
manusia menipu dari Allah ? atau bolehkah Orang Kristen menipu dari Allah ?
Kebesaran Kasih Allah telah nyata
dalam kehidupan kita secara apa adanya. Keterbatasan diri, ketamakan, uang dan
harta kekayaan lainnya: Beberapa hal ini, perlu diwaspadai, sebab jika tidak
ditata dan dimanfaatkan dengan baik, sangat mungkin berpotensi merusak jati
diri anak-anak Tuhan yang harus menyerahkan diri secara utuh kepada Allah.
Sudah banyak yang terbukti; ada yang menjauhi dan dijauhi saudara sendiri,
hidup hanya berpusat pada materi, mengorbankan orang lain untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih besar – bahkan mungkin untuk memberi bagi Tuhan dalam
pelayanan dan kesaksian – adakah orang Kristen yang main perhitungan ?
Firman Tuhan
bagi bangsa Israel : “Kembalilah
kepadaKu, maka Aku akan kembali kepadaMu.
Kita diharuskan untuk kembali.
Dengan tetap berada dijalan Tuhan, maka Tuhan akan berpihak kepada kita. Tidak
kurang dari orang percaya yang merasa sudah kembali, atau hidup bersama Tuhan,
tapi sebenarnya belum kembali. Saya mengatakan ini, karena banyak dari kita
yang sering menipu diri sendiri. Bagi saya : menipu diri sendiri itu, tidak
beda dengan menipu Tuhan (ingat kisah Ananias dan Safira).
Ketulusan,
kejujuran, dan kerelaan untuk memberi dari hasil kerja keras dan apa yang
sedang dinikmati sekarang ini, adalah juga kebahagiaan untuk memuliakan Tuhan,
dan dari sanalah kita menjadi penyalur-penyalur berkat bagi orang lain.
10% Rugikah
kita ? ketika kita mendapatkan 10.000,-
kemudian memberikan 1.000,- atau
100,000,- dan memberikan 10,000,- sebagai tanda ungkapan syukur kepada Allah yang telah menguatkan kita untuk hidup di
tengah-tengah dunia ini ?
Firman Tuhan
: “Bawalah seluruh persembahan itu ke
dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makan di rumahKu dan ujilah
Aku, Firman Tuhan semesta alam, apakah aku tidak membukakan bagimu
tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”(ayat
10).
Sudahkah kita memberi ? apa
yang kita beri ? tuluskah kita ? Atau adakah dari kita yang selama ini belum
pernah memberi persepuluhan ?
Andaikata;
Tuhan kita seperti “Rentenir” atau “Tukang Tagih Hutang” !, saya kira ada
begitu banyak orang Kristen yang mengunci pintu rapat-rapat, atau melarikan
diri, lantaran hutang persepuluhannya sudah menumpuk bertahun-tahun dan
sepertinya sulit untuk dilunasi,,,, ha ha ha ha .
Sayangnya Tuhan kita; tidak
seperti itu. Dia bahkan menunggu kita untuk segera bertobat dan berbalik
kepadaNya. Bagi orang percaya, Yesus Kristus telah menjadi persembahan yang sempurna, yang rela menyerahkan dariNya
menjadi tebusan bagi dunia ini. Karena itu tidaklah salah, jika saya mengatakan
bahwa: Apapun yang telah kita terima dari Allah, dan apa pula yang kita berikan
bagiNya, akan mencerminkan hati kita; yaitu: Hati yang rela, tulus, jujur dan
benar. Jika kita dipenuhi dengan
kerelaan, kejujuran, ketulusan, dan kebenaran dalam hal memberi bagi pekerjaan
pelayananNya, maka tidak akan sulit bagi kita untuk melakukannya terhadap
sesama. Sepersepuluh saja sudah menyenangkan Tuhan ! Apalagi 15, 20, 30% dan
seterusnya yang diberi dengan hati yang tulus dan tidak bersungut-sungut.
Ketulusan
dalam memberi persepuluhan itu; bukan seperti orang memberi makan binatang peliharaan,
dari sisa (ampas) yang sudah kita makan terlebih dahulu; tetapi Firman Tuhan
menegaskan “Bawalah seluruh persembahan
itu”, sekali lagi “seluruh”; Artinya
harus 100 % bukan 99 % atau yang sesuai keinginan kita. Kita memang harus
memberi, dan pemberian kita itu – harus sesuai dengan keinginan Tuhan; dan yang
Tuhan inginkan itu hanya 10 % yang diberikan dengan hati yang 100%.
Bagi kita
yang penuh ketulusan sudah membawa apa yang menjadi Hak Tuhan; Tuhan bahkan mau
bilang ke kita: “Ujilah Aku……”. Semoga
!!!
Senin, 14 Oktober 2013
Selasa, 01 Oktober 2013
MUNAFIK !!!
Sia-sia saja menyuarakan, keadilan, cinta-kasih, kesabaran dan lainnya yang baik-baik dari mimbar perdamaian pada orang-orang muda yang emosional dan tidak sabaran atau kepada perempuan-perumpuan yang suka ngerumpi, jika ternyata mereka sudah mengetahui "Sang Pengkhotbah" pernah berbohong, berdusta, dan perbuatan jahat lainnya,,,,!!!
KEMUNAFIKAN ..... 'masalah kronis dalam hati'
KEMUNAFIKAN .... 'seperti menyimpan buah durian dalam peti'
KEMUNAFIKAN... 'kejahatan yang berjalan tanpa terlihat'
KEMUNAFIKAN ..... 'masalah kronis dalam hati'
KEMUNAFIKAN .... 'seperti menyimpan buah durian dalam peti'
KEMUNAFIKAN... 'kejahatan yang berjalan tanpa terlihat'
Rabu, 18 September 2013
BELAJAR DARI HISKIA
“Baliklah dan katakanlah Hizkia, raja
umat-Ku: Beginilah Firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah
Kudengarr doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan
menyembuhkan engkau; pada hari yang ke tiga engkau akan pergi ke rumah
TUHAN". (ayat 5).
|
Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan untuk terlepas
dari penderitaan hidup ? Bagi orang percaya ‘doa’ merupakan “ekspresi hati”
yang ditujukan kepada Allah, salah satunya ketika sedang berada dalam situasi
hidup yang kurang menguntungkan.
2 raja-raja 20:1-12 menceritakan tentang Raja
Hiskia yang sakit keras; dan keterangan Alkitab mengatakan bahwa “Hiskia tidak
akan sembuh lagi” alis tunggu saatnya
untuk mati.
Hancur sudah harapan dan sia-sialah setiap usaha yang telah
dilakukan untuk memperoleh kesembuhan, jika ternyata kita tahu bahwa hidup kita
tinggal beberapa saat lagi. Kali ini, Hiskia benar-benar tahu bahwa hidupnya
tidak akan lama lagi – dan apa yang dia tahu bukan dari keterangan atau vonis
tabib spesialis kerajaan, tetapi nubuat Allah melalui Nabi Yesaya. Saya kira,
kalau yang mengatakan adalah suster/mantri
yang bertugas di jemaat anda, kemungkinan untuk mencari dokter yang lebih ahli
masih bisa diupayakan; tetapi kalau itu adalah keputusan yang Maha Kuasa –
bagaimana menurut saudara ? Masih adakah pengharapan ? kemana hedak kita
melarikan diri ?
Biarlah Alkitab yang menjawabnya:
Demikian dikatakan dalam Ibrani 6:18 “supaya
oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin
berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk
menjangkau pengharapan yang terletak didepan kita”
Hiskia sungguh menyadari bahwa
Keputusan Allah, tetaplah keputusan Allah dan tidak bisa terbantahkan oleh
siapapun, tetapi apa yang terjadi selanjutnya: dikatakan pada ayat 2,3 …”Lalu Hiskia memalingkan mukanya ke arah
dinding dan ia berdoa kepada TUHAN: “Ah TUHAN ingatlah kiranya, bahwa aku telah
hidup dihadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah
melakukan apa yang baik dimata-Mu.”kemudian menangislah Hiskia dengan sangat.
Doa merupakan unsur vital bagi orang percaya, dalam doa kita
bergabung dengan TUHAN dalam suatu ikatan spiritual yang kudus, khidmat, dan
menunggu penilaian Tuhan terhadap semua yang pernah mengambil bagian dalam
seluruh langkah hidup kita (bnd. Yeremia 18:7-10). Pergumulan Hiskia
mengajarkan sesuatu yang sangat penting dan menentukan bagi kita yang diterpa
dengan rupa-rupa persoalan hidup, bahwa: Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha
pengampun adalah Dia yang sedang menunggu, pengakuan yang jujur, serta
kesungguhan untuk melakukan apa yang baik di mata Tuhan. Kesembuhan Hiskia,
memperlihatkan Keagungan Kasih Tuhan, yang tidak tega melihat umatnya menderita
dan mati karena dosa, dan tanpa pengharapan.
Orang percaya adalah kita semua
dalam seluruh kelemahan dan keterbatasan diri, perlu mempunyai keyakinan Iman
yang teguh, bahwa Allah sedang memperhatikan dan mengetahui apa yang terjadi
dalam seluruh perjuangan kita – dan Dia yang mengetahui, adalah juga Allah yang
sangat peka terhadap pengalaman-pengalam hidup, dan keberdosaan umat yang
sering mengeluarkan air mata dikala sedang menderita, tetapi lebih banyak air
mata takut mati, ketimbang penyangkalan diri; tetapi kalau sedang sehat membuat
orang lain mengeluarkan air mata.
Nubuat Allah melalui Yesaya, lebih
jauh menunjukan bahwa: Siapapun kita, yang berada dalam berbagai-bagai duka,
membutuhkan juga pertolangan Allah yang memakai hamba-hambanya untuk menyatakan
kuasaNya (bnd. Yakobus 5:14-15).
Ini kemudian menjadi peringatan
bagi orang percaya agar tidak menjadi sombong rohani, yang merasa doanya lebih
berkhasiat dari orang lain, dan bagi kita yang telah mengalami jamahan tangan
Tuhan, sembuh dari penyakit dan berbagai duka lainnya; Sudah sepatutnya
menjadikan Doa bukan semata-mata ritual yang simbolik, atau bagian dari liturgi
ibadah keluarga, unit-unit pelayanan dalam jemaat, Ibadah Minggu digereja dan
lainnya; seperti rutinitas yang berulang-ulang dan membosankan bagi sebagian
orang yang kurang betah mengikuti ibadah, tetapi kalau sedang sekarat: menaikan
doa permohonan minta ampun, minta kesembuhan, minta di berikan anak, minta
kesuksesan, minta diberikan jodoh dan permintaan lainnya yang banyak-banyak.
Tetapi lebih dari itu; Doa haruslah juga menjadi tindakan yang
nyata dalam keseharian hidup.
Titik tolak pengharapan orang
percaya adalah iman. Yaitu Iman yang berdoa dan berharap secara penuh, kepada
tindakan Allah yang akan mengambil bagian dalam hidup selanjutnya.
Bagi orang percaya, hanya dengan kesungguhan imanlah; kita diberanikan
untuk memasuki masa depan yang lebih berpengharapan bersama keluarga dan orang
lain, meskipun harus mengalami perjuangan dan pergumulan hidup yang berat. Semoga !!!
Selasa, 02 Juli 2013
MENGHADIRKAN RASA AMAN
Refleksi :Yosua 21:43-45
by : Tapilouw M. Okterlians
Betapa pentingnya suatu keadaan
yang aman, damai dan tentram; mengapa ? hanya kondisi yang
kondusiflah , memungkinkan orang bisa melaksanakan aktivitas kesehariaanya
dengan baik. Pendek kata, rasa aman
mempermudah apapun yang akan dilakukan ; Karena itu, tanpa “keamanan” orang
akan sulit mewujudkan tujuan-tujuan hidup yang lebih menjawab tuntutan dalam
berbagai segi kehidupan – bahkan suatu bangsa yang besar sekalipun seperti
Bangsa kita Indonesia tercinta ini – akan sulit bagi investor asing datang ke
Negara ini, jika keamanannya tidak terjamin. Itu berarti keamanan menjadi kunci
bagi kebanyakan orang, termasuk para pembesar Negara kita pun demikian. Saya
kira saudara-saudara belum lupa berita
diberbagai media masa beberapa waktu lalu (Oktober 2010) “Presiden Republik Indonesia/ SBY membatalkan keberangkatannya ke
Negeri Belanda” karena sekelompok orang Maluku yang menamakan diri RMS di
Negeri itu menginginkan Presiden di Adili. Pembatalan itu, mungkin salah
satunya karena Faktor keamanan. ‘Lebih
dari itu saya tidak tahu’.
by : Tapilouw M. Okterlians
“Dan TUHAN
mengaruniakan kepada mereka keamanan ke segala penjuru, tepat seperti yang
dijanjikanNya dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka. Tidak ada
seorang pun dari semua musuhnya yang tahan berdiri menghadapi mereka; semua
musuhnya diserahkan TUHAN kepada mereka”. (Ayat 44).
|
Ayat 43-45; menekankan penyataan kesetiaan Allah dalam memenuhi janji-Nya
kepada nenek moyang mereka/Israel (bc. Kej 24:7; 26:3; 50:24), Tanah perjanjian
disediakan kepada Keturunan Abrahan. Tetapi untuk masuk dan memiliki tanah itu,
bukan dengan Cuma-cuma, atau seperti anak-anak menerima kado Natal – tetapi
dengan perjuangan demi perjuangan, penaklukan-demi penaklukan, peperangan demi
peperangan. Disinilah Allah menunjukan kasihNya dalam setiap perjuangan dan kemenangan yang diraih
bangsa itu. Bahkan disaat mereka menempati tempat itu pun; Tuhan tetap mengawal
mereka (memberikan rasa aman).
Katakan saja bahwa: Allah sudah
melaksanakan bagiannya – tinggal bagian umat itu – bagian saya dan anda, tugas
kita semua.
Apa bagian kita ?
Pemazmur mengatakan dalam Mazmur
73:26 “Sekalipun dagingku dan hatiku habis
lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya”.
Dengan kata lain, bagian kita adalah melakukan
kehendak Allah, dan apapun yang akan kita kerjakan nanti – orang percaya harus
memulai dengan rasa suka atau cinta kehendak Allah. Mazmur 40:9 : “aku
suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku”.
Jadi, kita harus
mencintai dulu kehendak Allah itu, baru bisa masuk ke level yang paling tinggi
– seperti seorang pendeta, akan sulit baginya untuk menjadi tukang kayu
sekaligus, jika tidak belajar dan tekun juga di bidang itu – lama-kelamaan bisa
menjadi tukang kayu yang handal, sekaligus pendeta yang bukan cuma asal
berkhotbah tetapi bisa bekerja, dan “menolong sesama” dengan tangannya.
Jadi, perjuangan Umat Israel itu,
bukan hanya sebatas merebut tanah kanaan dan selesai, tetapi mereka juga harus
berjuang lagi ditanah yang sudah didiami. Atau bagi bangsa Indonesia yang sudah
merdeka, bukan berarti tidak berperang lagi;
Musuh yang satu sudah selesai, sekarang ada musuh yang lain lagi, yaitu:
Keserakahan, penyalahgunaan kekuasaan, keterbelakangan, kemerosotan moral,
tindakan kekerasan, pengrusakan alam, dan masih banyak lagi.
Musuh-musuh ini diserahkan juga ke tangan kita,
untuk dikalahkan. Jika kita belum
mengalahkannya, atau sedang hidup didalamnya, jangan katakan kalau kita sudah
aman, sudah sejahtera dan sudah senang; Coba lihat disekeliling kita, ada
banyak sekali orang-orang percaya yang tidak merasa aman, tertindas dan
dipinggirkan, mungkin bukan saja karena mereka malas bekerja atau sulit
mendapat pekerjaan, tetapi adakalanya keterpurukan mereka karena ulah kita
juga; ulah saudara sendiri, kakak sendiri, orang tua kita, “bos-bos” kita dll. Jujur
saja, kalau ternyata kehidupan warga jemaat masih diselimuti oleh kemungkinan-kemungkinan
seperti ini juga.
Bagaimana pendapat saudara ?
Apa yang harus kita lakukan selanjutnya untuk menghadirkan “rasa aman”, ditengah-tengah hidup
bersama ?
Salah satu poin dalam Pokok-pokok
Iman Gereja Protestan Maluku tentang Bangsa akan menjawabnya: Kami percaya bahwa: Umat Kristen adalah
bagian dari bangsa Indonesia dalam kerangka Kesatuan Republik Indonesia. Umat
Kristen hadir di tengah-tengah bangsa Indonesia sebagai buah pekerjaan Roh
Kudus dan di utus oleh Tuhan sendiri guna menghadirkan damai sejahtera Allah
yakni kebebasan, keadilan, kebenaran dan kesejahteraan yang dikehendaki Allah
bagi dunia lewat partisipasi secara konstruktif di berbagai bidang dalam
pembangunan.
Yang menyenangkan adalah (a) kita
yang berjuang dalam kebenaran, (b) yang bekerja sesuai kehendak Allah, dan (c) terus
mengejarnya untuk mewujudkan rasa aman/damai dan kesejahteraan bersama dalam
keluarga, jemaat dan masyarakat pada umumnya. Semoga !
Rabu, 05 Juni 2013
PORTO - HARIA BARU
PORTO-HARIA
BARU
Tanggung Jawab Dalam Pelayanan Gereja
Membangun Kebersamaan dan Persekutuan
Masyarakat Porto dan Haria
Oleh: Pdt. Okterlian.M. Tapilouw, S.Si
PENDAHULUAN
Tulisan ini disusun dan disampaikan, dalam rangka memberi arah bagi Warga Masyarakat Porto dan Haria. Selanjutnya dikemukakan secara singkat
saja – sesuai kendala-kendala yang bermunculan dalam hidup segenap warga masyarakat
Porto dan Haria (Pantauan Tahun 2013).
Setelah menelusuri kejadian demi kejadian yang terjadi, serta
upaya-upaya damai yang telah dilakukan berbagai pihak selama ini; karena itu
tidaklah salah, jika kita memerlukan konsep “PORTO – HARIA BARU” atau arah bagi
segenap warga masyarakat Porto & Haria untuk bertanggung jawab dalam
menjawab perubahan yang telah terjadi.
KEBERSAMAAN,
PERSEKUTUAN DAN TANGGUNG JAWAB WARGA JEMAAT:
Nilai sebuah kebersamaan yang tertuang dalam solidaritas hidup bersama
yang mana mengambil bagian dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, tentunya
saling berhubungan, memaknai dan melengkapi dengan aspek integritas
(keterpaduan) yang amat mendalam pada nilai sebuah persekutuan yang telah
menyatu padu dalam hidup Orang Porto maupun Haria dari generasi ke generasi.
Warga masyarakat Porto, adalah merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan sesuai tatanan adatis yang telah membudaya, bahkan ketika Injil
masuk dan merubah “generasi sebelumnya” membawa keluar dari kegelapan menuju
Terang Kristus, demikian juga deng warga masyarakat Haria.
Dari segi kehidupan bergereja sudah tentu kedua belah pihak mendambakan
berbagai perubahan dalam segi-segi kehidupan yang bisa menguntungkan
kebersamaan dan “Persekutuan” (Sosial, kemasyarakatan, ekonomi, pendidikan,
dll).
Bahwa dalam sebuah tatanan kehidupan berjemaat dan bermasyarakat, sudah
tentu ada begitu banyak perbedaan dan tantangan. Karena itu, perbedaan
pandangan atau cara berpikir yang cenderung sepihak, perlu dikritisi secara
baik (arif dan bijaksana), agar tidak menimbulkan konflik internal maupun
eksternal yang berkepanjangan. Sehingga, mau tidak mau harus di tata sedemikian
rupa sesuai kondisi yang ada.
Sikap keterbukaan (inklusif), diharapkan bisa menjembatani berbagai
perbedaan pandangan dan memberi penghargaan kepada sesama warga masyarakat,
dalam rangka menyatukan segala perbedaan sebagai kekuatan; lebih tepat
“Anugerah Tuhan” yang harus didayagunakan untuk membangun, bukan untuk disepelekan. Dari sini,
solidaritas kebersamaan; harus benar-benar terwujud dalam sikap dan rasa saling
memiliki (Sens Of Belonging) serta saling sepenanggungan dan
sepenanggung jawab (sense of Responsibility).
Hingga tahun 2013 ini, Konflik internal maupun eksternal telah
memperlihatkan adanya berbagai kecenderungan “negatif” yang perlu
ditindaklanjuti dengan melakukan langkah-langkah antisipatif, guna menyadarkan
berbagai pihak – terkait dengan perubahan yang telah terjadi.
Kerja sama antara jemaat porto dan haria harus dikembangkan melalui
program-program bersama (dalam mewujudkan
perdamaian) dan ini harus dimulai dari Gereja. Ini sangatlah penting sebab Warga
Jemaat GPM Porto dan Haria secara implicit sebagai “gereja yang sebenarnya”
dengan segala ketidaksempurnaan, masih selalu ada dalam “situasi” keterpecahan
dalam bingkai hidup persekutuan (Keluarga, jemaat, masyarakat). Karena itu,
sebagai Gereja-gereja yang hidup, warga jemaat Porto dan Haria (POHAR) pada umumnya harus tetap
siuman/sadar dengan kesiapan yang memadai, untuk turut ambil bagian dengan
penuh rasa tanggung jawab, serta bahu –membahu memanggul beban, dan membantu
memecahkan masalah dalam medan gumul bersama secara berkesinambungan.
Prinsipnya; Seluruh Warga Jemaat Porto dan haria harus semakin kritis dan
realistis terhadap segala bentuk kebijakan pelayanan yang menguntungkan
kebersamaan; Bertolak dari pendekatan nilai-nilai dasar Iman Kristen,
keberadaan masyarakat dari sisi adatis dan Wilayah Petuanan Porto dan Haria:
Dari sinilah kita perlu memandang “Negeri Porto dan Haria“ sebagai
“RUMAH BERSAMA” tempat perjumpaan anak-anak
negeri kedua belah pihak dari generasi ke generasi untuk membangun kebersamaan
dan persekutuan yang lebih nyaman, bermutu dan penuh makna; dengan demikian,
dibutuhkan kesadaran aksi yang menyapa di antara sesama saudara dalam upaya
membentuk serta mempertahankan “Identitas Kebersamaan”/”GENEPHA”Generasi Negeri
Porto-Haria sebagai satu kekuatan fungsional untuk menggerakan, mengontrol dan
mengendalikan serta mengarahkan aktivitas seluruh komponen dalam jemaat GPM dan
negeri kedua belah pihak dalam rangka
mewujudkan ideal-ideal kehidupan bersama. Dengan begitu, kita akan lebih leluasa
menentukan sikap hidup yang berpihak pada keadilan, kejujuran dan kebenaran
secara terbuka (tanpa memisahkan diri
atau dibatasi dengan “batas wilayah” kekuasan dll). Bukan tidak mungkin
arah seperti ini, diharapkan lebih menghidupkan fungsi-fungsi kebersamaan yang
telah menjadi bagian hidup bersama/berdampingan hingga saat ini.
PORTO – HARIA BARU (PHB): MENANTANG
JAWAB PERUBAHAN:
PHB yang dimaksudkan disini bukanlah sebuah pemberian nama baru bagi
lokasi tertentu, tetapi lebih menunjuk kepada “GENEPHA” yang telah menjawab
tantangan dan bersedia membuka diri, saling membarui, dan mau mewujudkan
kehidupan bersama yang harmonis, yang dibangun atas dasar iman, cinta kasih dan
kebersamaan demi kepentingan bersama segenap warga jemaat dan Negeri yang telah menjawab berbagai harapan
dan kerinduan untuk berubah.
Pemahaman seperti ini hendak menitikberatkan pada aspek integritas dari persekutuan yang memandang kehidupan
bersama secara utuh dan terpadu. Karena itu, tidak perlu ada pengkotak-kotakan
antara yang lama dan baru, atau layak dan tidaknya “satu negeri” dan
orang-orang yang berdiam di dalamnya; tetapi semuanya ada dalam satu
kebersamaan yang mau berubah dan siap menerima perubahan dan pembaruan.
Sehingga tidaklah salah, jika kita diajak untuk ada dalam semangat persaudaraan
seperti itu.
Adapun beberapa hal yang perlu dilihat dan dijadikan sebagai tolak ukur
dalam menantang jawab perubahan yang sedang terjadi dan akan terus mengalami
berbagai perkembangan ke depan.
1. Interen Jemaat:
a) Wilayah
Pelayanan Jemaat GPM Porto dan Jemaat GPM Haria, kenyataan ini tidak perlu dilihat secara
terpisah atau pandangan sempit lainnya yang menjurus pada sikap memisahkan diri
dari persekutuan awal yang sesungguhnya. Sebelum persekutuan bisa dikatakan
untuk dan terpadu, jika sikap saling menerima dinampakan oleh orang-orang
didalamnya (sebagai warga GPM)
b)
Berupaya mengembangkan sikap hidup bergereja dan
bermasyarakat mulai dari pribadi-pribadi
dalam keluarga, lewat berbagai kegiatan pelayanan yang dikembangkan,
serta memberi peluang untuk pengembangan lebih luas dan menjangkau
hubungan-hubungan kekeluargaan dan atau persaudaraan yang lebih berarti, dalam rangka membentuk
sikap hidup yang lebih dewasa, sehingga diharapkan dapat berfungsi secara maksimal dalam menciptakan dan
mengembangkan kerukunan, merasa bertanggung jawab serta memberi semangat atau
saling mendorong kearah pembaruan hidup yang lebih menghidupkan
(Pembinaan/Pastoral/Ibadah, dll).
c) Perlu
ditingkatkan sikap keterbukaan sesuai batasan etis dan kehidupan moral yang
bertanggung jawab dan karena itu, sikap ketertutupan yang ingin menang sendiri,
atau sikap egois lainnya perlu dihilangkan sehingga sinergisitas pelayanan
diberbagai kalangan dalam jemaat, dapat terarah dan terwujud secara baik.
d) Untuk
membangun kebersamaan “Pasca perbantahan”, Perlu kehati-hatian majelis Jemaat
dalam menempuh kebijakan-kebijakan pelayanan dan kemudian berupaya menjembatani
sikap-sikap warga jemaat yang cenderung ekstrim terhadap arah pelayanan, lewat
“tindakan-tindakan tertentu”yang terkadang tidak kondisional .
Bertolak dari perubahan demi perubahan yang telah terjadi, maka arah
pelayanan ke dua jemaat pun perlu diselaraskan dengan kenyataan yang sedang
terjadi, sehingga seluruh warga jemaat pada dua negeri (POHAR) merasakan
sentuhan yang seimbang.
Dimensi/ukuran tanggung jawab dalam menantang perubahan pada bagian
ini; tidak lebih dari sebuah harapan yang perlu menjadi dasar penilaian, untuk
kemudian menilai dan memaknai rentetan perjalanan bersama hingga saat ini: Mau
tidak mau, memaksa kita segera mengambil keputusan demi kepentingan bersama,
sehingga pada poin berikut ini; Ada beberapa hal (Rekomendasi Pikir) yang perlu
ditindaklanjuti bersama, dalam membangun persekutuan:
Membangun Hubungan Antar Sesama Warga
Jemaat/Desa “Porto –Haria” Perangkat Majelis Jemaat, Pemerintah Desa dan Orang
Bersaudara di Tanah Rantau:
a) Dalam
Upaya membangun hubungan yang harmonis dikalangan Warga Jemaat dan atau
Masyarakat Porto - Haria, pertama-tama harus muncul kesadaran sehati
sepenanggungan, melalui perwujudan sikap yang mau berubah, siap di ubah, dan
kualitas sumber daya warga jemaat yang dewasa dalam menantang berbagai
perkembangan dan perubahan di segala bidang kehidupan; dengan memandang segala
perbedaan sebagai berkat bukannya yang bersifat ancaman.
b) Perlu
dilakukan penguatan hidup bergereja pada kedua jemaat melalui sector/unit-unit
pelayanan; Wadah pelayanan – anak/remaja dan pemuda sebagai Tulang Punggung
Gereja, masyarakat dan bangsa lewat
kegiatan-kegiatan (sharing, diskusi, dialog dll), yang lebih mengena sesuai
kebutuhan segenap warga jemaat secara berkelanjutan, sehingga komunikasi
personal maupun kelompok lebih tertanggung jawab.
c) Majelis
Jemaat sebagai Motor Penggerak Pelayanan dalam Jemaat, perlu meningkatkan
pelayanannya secara lebih
fungsional ditengah-tengah perbedaan
pandangan, sesuai kenyataan hidup warga jemaat yang cenderung mengambil keputusan-keputusan
pribadi yang pada kenyataannya bisa berdampak negatif dan tidak menguntungkan kebersamaan.
d) Untuk
meningkatkan hidup bersama kedua jemaat dan Desa, maka perlu ada sinergisitas
antara Majelis Jemaat dan Pemerintah Desa dalam rapat-rapat dan lainnya semacam
itu; sesuai fungsi, tugas, dan tanggung
jawab masing-masing dalam menghadapi musuh bersama yakni: “ Kemiskinan,
Kebodohan, dan keterbelakangan. Bagaimanapun juga, hidup berjemaat dan
bermasyarakat secara kualitatif (mutu), turut dipengaruhi oleh kepemimpinan
dalam jemaat dan Desa. Ini menjadi penekanan yang sangat penting, karena
disadari bahwa Majelis jemaat sebagai bagian integral dari Gereja, tidak serta
merta lalu menjadi seperti Pahlawan Tunggal bagi keseluruhannya; Sebab di tengah-tengah
kebersamaan dan atau persekutuan ,
semuanya mendapat panggilan dan pengorbanan yang sama – karena itu, semua harus
berjuang demi pencapaian ideal-ideal kehidupan bersama selaku “GENEPHA” (generasi
Porto – Haria) yang membahagiakan ;
sehingga Majelis Jemaat, Pemerintah Desa, Para Guru, dan berbagai pihak (Semua stakeholder) pada kedua Jemaat
semakin meningkatkan “harkat dan martabat”
rasa percaya diri dan harga diri warga jemaat atau Desa secara
menyeluruh dan berkelanjutan disegala bidang kehidupan (baik jasmani, maupun
rohani, fisik maupun non fisik, mental maupun spiritual, sosial,
ekonomi,politik, serta pikiran pembaruan).
Langganan:
Postingan (Atom)