Selasa, 23 April 2013

FUNGSI SOSIAL POLITIK PELAYAN GEREJA (Catatanku)

Oleh: Pdt. M. O. Tapilouw


Gereja bukanlah sebuah organisasi politik atau Lembaga Politik; Gereja tetaplah Gereja hal ini begitu penting sehingga jika ada Pelayan Gereja/Pendeta ingin berpolitik atau ‘bermain politik’[1] jangan digereja – sama seperti jangan anda bermain Basket di lapangan Golf. Meskipun begitu, Gereja tetap memiliki tanggungjawab politik; dalam artian gereja”berpolitik” tetapi tindakan politisnya dilakukan dengan kesadaran penuh dalam fungsinya sebagai gereja.
Yesus Kristus yang di Imani oleh semua orang percaya adalah ‘pemilik kosmos’ (bnd. Yoh. 1:3, 11; bc. Kolose 1:6). Jadi,,,,,,,,, semua orang harus memberlakukan kehendak Tuhan dibidang politik, terlebih gereja.

Calvin
Menurut Calvin, gereja mempunyai tanggungjawab politik, dan Negara mempunyai tanggungjawab etis teologis. Itu berarti, gereja mempunyai fungsi kritis atau fungsi nabiah di segala bidang kehidupan termasuk dalam kehidupan politik.

Dietrich Benhoeffer dalam bukunya “Ethics” : “Adalah merupakan bagian dari tangungjawab gereja untuk memperingatkan manusia agar melawan dosa; oleh karena kebenaran meninggikan derajat bangsa, baik dikefanaan maupun  di keabadian, tetapi dosa adalah noda bangsa’ (Amsal 14:34). Apabila Gereja tidak melakukan ini, maka ia harus ikut menanggung kesalahan yang dilakukan oleh si jahat (Yehezkiel 3:17 ss). Peringatan melawan dosa ini harus disampaikan secara terbuka kepada jemaat maupun kepada masyarakat luas, dan barang siapa tidak mau mendengarkannya menimpakan kejahatan ke atas diri mereka sendiri’.

Fungsi dan Peran Pelayan Gereja
Berdasarkan beberapa pikiran diatas, maka dapat dikatakan bahwa: Alangkah bijaksananya jika Pelayan Gereja/Pendeta tidak terliibat dalam ‘politik praktis’.
Hal ini sangatlah penting sebab ada beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi jika Pelayan Gereja/Pendeta terlibat dalam ‘politik praktis’.
·         Sangat mungkin akan menyulitkan ia dalam tugas-tugas penggembalaannya.
·         Bisa jadi jika seorang pendeta menjadi anggota partai politik tertentu – sangat mungkin memperlakukan anggota jemaat yg berlainan partai bukan sebagai domba melainkan  ‘lawan politik’.
·         Kemungkinan lainnya adalah ia akan memasukan agenda politik dari partainya ke dalam tugas gerejawinya.
Semua orang, termasuk ‘pejabat gereja/pendeta’ mempunyai hak dan kebebasan politik; Namun seorang ‘pejabat gereja’ harus memahami panggilan utamanya sebagai seorang gembala – karena itu, sangatlah bijaksana jika ia tetap mempertahankannya  agar dapat melaksanakan fungsi sosial-politik gereja secara baik, yakni : 1) mengarahkan umat/warga jemaat agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai warga masyarakat dan atau warga Negara dengan baik dan penuh tanggungjawab. 2) memperlengkapi warga jemaat yang hendak terjun di bidang politik sehingga dapat melaksanakan perannya sebagai orang Kristen yang baik dan bertanggungjawab.......!



[1] Fungsi Sosial-Politik (Jabatan)Gereja; Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D, Hal. 281

Senin, 22 April 2013

MELAYANI BERSAMA YESUS (Sebuah Refleksi)



Rasul Paulus mengenal Yesus Kristus,p  bukan karena apa yang orang katakan, ataupun pengetahuan yang sempurna melalui “hikmat” (bc. I Kor. 1:21), melainkan ia mengenal Kristus melalui pengenalan sendiri; Perjalanan ke Damaskus, membuat “Saulus” harus bertekuk lutut dihadapan Allah (lih. KPR.9:3-15). Untuk setiap perjalan hidup, kemana arah yang akan dituju !, apa yang dicari ! mengharuskan orang percaya mengenal lebih dalam tentang siapa sebenarnya yang menuntun hari-hari hidup ini; Karena itu, tidak ada salahnya jika kita meluangkan waktu membuka Alkitab, untuk menemukan cara yang tepat; Ibrani 11:6 menggambarkan bahwa untuk mengenal Allah, harus memulai dengan mengakui bahwa Allah ada. Lebih dari itu, untuk mengenal Allah dengan baik, kita harus aktif dan selalu berada dalam “gerakan mencari” serta menyerahkan segalanya – bukan dengan separuh hati – untuk menggiring kita datang lebih dekat kepada Yesus Kristus yang telah menyatakan Allah pada kita.
Dibalik realitas kehidupan, ternyata untuk menuju pada pola hidup yang berkualitas dan khas Kristen tidak semudah membalik telapak tangan. Kenyataannya, praktek-praktek hidup “manusia zaman ini” membuktikan bahwa: banyak orang gagal merespons kasih dan penyertaan Allah “Narkoba, Sex Bebas, pelanggaran HAM, penyalahgunaan Kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme dan kemerosotan moral lainnya” cukup menjawab kegelisahan kita selama ini.
Pengalaman hidup tiap-tiap orang, tentunya akan membentuk cara pandang serta wawasan dan pengetahuan; yang pasti komitmen turut dibangun ketika orang ingin menggapai sesuatu. Dalam medan gumul pelayanan di Jemaat – keadaan masyarakat yang didalamnya “budaya/ kebiasaan, strata sosial, pendidikan, pekerjaan yang digeluti setiap hari, dll”,    sangat mempengaruhi kehidupan orang percaya  dengan segala konsekuensi yang dijalani; Dan pada titik tertentu, jika tidak dibarengi dengan disiplin diri dan bertanggung jawab; maka persoalan diseputar medan gumul pelayanan akan sulit teratasi. Maksud saya dengan disiplin diri dan bertanggung jawab adalah Iman kepada Yesus Kristus harus benar-benar nyata dalam tindakan tutur kata dan perbuatan untuk menjaga kekudusan; sebab sering kali, kasih dan persaudaraan menjadi taruhan jika muncul masalah. Seperti inilah yang harus dinampakan – bahwa Iman dan keyakinan orang percaya itu, tidak hanya berhenti di mimbar-mimbar gereja; Bukan hanya anggota jemaat, tetapi pelayan Gereja (Pendeta, penatua dan diaken) juga, jangan Cuma menasihati, bisa berkhotbah dan lainnya yang tercetus dari bibir – lebih dari itu; kita juga harus bisa mengeluarkan keringat dengan kerja keras yang benar dalam bentuk apapun demi kebaikan bersama.
Dikatakan dalam I Petrus 1:13-16 : …. “Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus kristus.
Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang Kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab aku kudus”.
Mengisyaratkan bagi kita untuk menampakan jati diri yang sesungguhnya, dan belajar dari kehadiran Kristus serta karya keselamatan-Nya bagi dunia; sehingga orang lain bisa melihat dan merasakan bahwa ada sesuatu yang beda dan khusus dari kita, punya arti dan bisa dijadikan teladan. Teladan bagi anak-anak, teladan bagi pemuda-pemudi, teladan bagi orang tua dan teladan bagi mereka yang sering disepelekan dalam jemaat dan masyarakat (Penyandang cacat, janda, duda, anak yatim atau yang mengidap penyakit tertentu).
Bagaimana dengan Paulus ? dalam kesetiaan dia menjadi teladan dalam mengabarkan Injil Yesus Kristus. Apakah ini sudah cukup ?
Untuk menjadi seutuhnya Murid Kristus, setia saja belum cukup untuk menjadi teladan sebab dalam menjalani hidup dengan segala tantangannya orang percaya harus sabar, taat, berkorban dan tangguh dalam menghadapi masalah.
Benarkah dalam segala hal kita bersama Yesus ? ataukah ada yang perlu dikritisi ulang !
Saya beranggapan bahwa orang percaya harus terus mengkritisi diri dan menilai ulang perjalanan hidup sebelumnya – jangan-jangan kita terlalu egois, merasa benar sendiri bahkan menganggap diri lebih berharga dari orang lain; Sekarang ini, banyak sekali orang percaya yang takut hidup susah kemudian membiarkan harta kekayaan, kedudukan dan kenikmatan hidup lainnya membungkus (membentengi) waktu-waktu kita dengan Tuhan (Maz.62:11), sehingga untuk semua itu, kita (Pelayan Gereja, Guru, Aparat Keamanan, Pejabat Pemerintah dan lainnya dalam fungsi pelayanan masing-masing) menjadi orang-orang yang dekat dengan Tuhan hanya di kulit atau sekedar penampilan “tetapi praktek hidup bersama setan”  ; Adakah yang seperti itu?
“Bersama Yesus Dalam Pelayanan” …. Kata-kata yang sangat enak didengar, tetapi kebanyakan dari kita yang beranggapan telah melakukan segalanya bersama Yesus, terkesan seperti orang-orang yang belum menemukan Yesus
Saya sarankan: Untuk menemui Yesus dan bersama Dia dalam melayani – jangan jauh-jauh kita mencari atau memikirkan hal-hal yang lebih tinggi, yang sama sekali sulit untuk dicapai seperti Keilahian Yesus. Terkadang “orang percaya” menginginkan kalau bisa memiliki “kuasa tertentu” sehingga orang lain di sekitar (warga jemaat) menjadi yakin, segan, takut, dll. Untuk hal yang satu ini, kita harus tetap sadar bahwa Yesus memulai karya penyelamatan-Nya dengan sikap menghamba, bukannya membanggakan diri dengan kuasa yang dimiliki-Nya. Karena itu dapat dikatakan bahwa untuk dipenuhi dengan kuasa Allah, kita harus mewujudkan seluruh keberadaan dalam sikap yang benar-benar menghamba dengan kesetiaan dan kebijaksanaan kepada Yesus Kristus Hamba Agung sekaligus Tuhan atas kita (Bc. Matius 24:45-51). Yakinlah kita pasti menemukan Yesus yang siap menolong kita dalam melakukan fungsi, tugas dan tanggung jawab di medan gumul pelayanan masing-masing; Sebab Tuhan ada di dekat kita…. “Ia tidak jauh dari kita masing-masing (KPR.17:27).